Fiolosofi
otonomi desa dianggap sebagai kewenangan yang telah ada, tumbuh mengakar dalam
adat istiadat desa bukan juga berarti pemberian atau desentralisasi. Otonomi
desa berarti juga kemampuan masyarakat dalam mengatur urusan rumah tangganya
sendiri dan secara legal formal diatur oleh pemerintah pusat melalui
undangundang[1].
Selain Itu dengan mengacu pada teori
strukturasi pemerintahan desa yang diturunkan dari pemikiran Giddens (1984),
dapat ditunjukkan betapa hubungan timbalbalik antara “agensi dan struktur”
sangat mempengaruhi derajat kinerja tata-pemerintahan desa yang ditampilkan ke
hadapan masyarakat[2].
Teori strukturasi ini membagi dua entitas yang saling berhubungan dan
mempengaruhi. Pemerintahan desa sebagai agen sangat dipengaruhi struktur
pemerintahan khususnya pada tataran yang lebih tinggi. Kinerjanya sangat
bergantung bagaimana anggaran dibentuk. Pengaruh masyarakat desa sebagai suatu
struktur juga dapat memengaruhi pemerintahan desa dapat berjalan
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten[3].
Desa dalam pengertian secara umum adalah
sebagai suatu gejala yang bersifat universal,
terdapat dimanapun didunia ini. Sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai
tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan
terutama yang tergantung kepada pertanian, desa-desa dimanapun cenderung
memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang sama[4].
(Rahadjo, 1999:28).
Dalam sebuah penelitian, definisi konsep
sangat diperlukan untuk memfokuskan
penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah definisi abstraksi
mengenai gejala suatu realita ataupun suatu pengertian yang nantinya akan
menjelaskan suatu gejala (Maleong, 1997:67).
Desa dalam pengertian umum adalah
sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimana pun di dunia ini,
sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik
sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan
yang terutama yang tergantung pada sektor pertanian. Pengertian Desa secara
umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Misalnya, Egon E. Bergel (1955:
121), mendefinisikan desa sebagai “setiap pemukiman para petani (peasants)”.
Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang harus melekat pada setiap desa.
Ciri utama yang terlekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat
tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Sementara
itu Koentjaraningrat (1977) memberikan pengertian tentang desa melalui
pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis, yaitu komunitas besar (seperti:
kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti: band, desa, rukun
tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa
sebagai “komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat” (1977:162).
Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus
tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat
desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas
ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian saja.
Selanjutnya, menurut Paul H. Landis
(1948:12-13), seorang sarjana sosiologi perdesaan dari Amerika Serikat,
mengemukakan definisi tentang desa dengan cara membuat tiga pemilahan
berdasarkan pada tujuan analisis. Untuk tujuan analisis statistik, desa didefinisikan
sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2500 orang. Untuk tujuan
analisa sosial-psikologi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang
penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal di antara sesama
warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomi, desa didefinisikan sebagai
suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian. Beberapa Konsep
Khusus Mendukung Pemahaman Pengertian tentang Desa Ada sejumlah konsep khusus
yang perlu dibahas lebih lanjut guna memahami pengertian desa : rural, urban,
suburban atau rurban, village, town dan city. Di dalam Kamus Lengkap
Inggris-Indonesia – Indonesia-Inggris suntingan S. Wojowasito dan W.J.S. Poerwodarminto
(1972), rural diartikan ”seperti desa, seperti di desa” dan urban diartikan “dari
kota, seperti di kota”
Rural yang secara umum di terjemahkan menjadi
“Perdesaan” bukanlah desa (village).demikian pula urban atau yang umum
diterjemahkan menjadi perkotaan, juga bukan kota (town, city). Konsep suburban
atau rurban sering diberi arti atau diterjemahkan dengan “pinggiran kota”. Yang
lebih tepat, suburban adalah merupakan bentuk antara (in-beetwewn): antara
rural dan urban. Dilihat sebagai suatu lingkungan daerah, maka daerah suburban
merupakan daerah yang berada di antara atau di tengah-tengah daerah rural dan
urban. Jika dilihat sebagai suatu komunitas, maka suburban merupakan kelompok
komunitas yang memiliki sifat tengah-tengah antara rural dan urban. Pinggiran
kota dalam arti batas terluar dari sebuah kotapraja disebut urban fringe atau
country side. Bertolak dari kenyataan umum maupun secara teoritis, untuk memahami
pengertian tentang desa tampaknya juga tidak dapat mengabaikan perspektif
evolusi. Dalam hal ini konsep-konsep desa (village), kota kecil (town) dan kota
besar (city) sering dilihat sebagai suatu gejala yang berkaitan satu sama lain
dalam bentuk suatu jaringan atau pola tertentu dalam proses kontinuitas
perubahan. Berikut ini Bergel (1955:121-135) memberikan gambaran yang cukup sistematis
tentang hal dimaksud. Menurut Bergel istilah desa (village) dapat diterapkan
untuk dua pengertian. Pertama, desa diartikan sebagai setiap pemukiman para
petani, terlepas dari ukuran besar-kecilnya. Kedua, terdapat juga desa-desa perdagangan.
Yang dimaksud desa perdagangan tidak berarti bahwa seluruh penduduk desa
terlibat dalam kegiatan perdagangan, melainkan hanya sejumlah orang saja dari
desa itu yang memiliki mata pencahariaan dalam bidang perdagangan.
Sementara itu ada pula upaya untuk
menjelaskan pengertian tentang desa melalui cara membandingkan karakteristik
desa yang kontras dengan karakteristik kota sebagaimana dikemukakan Roucek dan
Warren (1962) dalam tabel berikut ini.
Karakteristik Desa
|
Karakteristik Kota
|
1. besarnya peranan kelompok primer.
2. faktor geografik yang menentukan
sebagai
dasar pembentukan kelompok/asosiasi.
3. hubungan lebih bersifat intim dan
awet.
4. homogen.
5. mobilitas soscial rendah.
6. keluarga lebih ditekankan fungsinya
sebagai
unit ekonomi.
7. populasi anak dalam proporsi yang
lebih
besar.
|
1. besarnya peranan kelompok sekunder.
2. anonimitas merupakan ciri kehidupan
masyarakatnya.
3. heterogen.
4. mobilitas sosial tinggi.
5. tergantung pada spesialisasi.
6. hubungan antara orang satu dengan
yang
lebih di dasarkan atas kepentingan
dari pada
kedaerahan.
7. lebih banyak tersedia lembaga atau
fasilitas
untuk mendapatkan barang dan
pelayanan.
8. lebih banyak mengubah lingkungan.
|
Antara
Pengertian Desa dan Perdesaan
Kita juga perlu memahami dalam hal apa
istilah desa cocok digunakan dan kapan pula menggunakan istilah perdesaan.
Istilah perdesaan merujuk pada suatu daerah desa dan sekitarnya, atau padanan
kata rural di dalam bahasa Inggris. Dalam pemakaian sehari-hari istilah
perdesaan atau rural itu mudah memahaminya. Tetapi, jika harus didefinisikan,
ternyata sukar juga merumuskan pengertiannya secara khusus. Antara istilah desa
dan perdesaan berbeda-beda dalam kedua bahasa tersebut. Perbedaan konsep tersebut
dapat ditinjau dari berbagai tempat berpijak. Desa dan perdesaan misalnya, akan
terlihat jelas bila keduanya diperbandingkan dengan kota dan perkotaan. Untuk
keperluan sensus, misalnya Biro Sensus Amerika Serikat menganggap suatu daerah
pemukiman itu masih rural bila penduduknya kurang dari 2.500 orang (Ford,
1978). Di Jepang, Meksiko, Filipina, di negara-negara Eropa, di banyak negara
Afrika, di dunia Arab, maupun di Amerika Tengah dan Selatan, pengertian konsep
dan indikator statistik tentang desa itu juga berbeda-beda. Biro Pusat Statistik
Republik Indonesia yang menyelenggarakan sensus penduduk setiap sepuluh tahun
sekali bahkan tidak secara jelas memberikan definisi tentang perdesaan itu.
Artinya, tidak ada batasan yang jelas pemukiman yang bagaimana yang disebut
desa. Paling tidak, batasan seperti itu tidak terlihat dlam sensus penduduk
tahun 1990, kecuali bahwa pemukiman yang bukan kota (daerah perkotaan) adalah
desa (BPS, 1992). Di kota digunakan kategori kelurahan, sedangkan di kabupaten
digunakan kategori desa atau perdesaan
Sementara itu di dalam peraturan
perundangan RI Indonesia yang lebih baru, dapat dijumpai dalam dalam PP No. 72
Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa yang dapat pula diperbandingkan dengan PP
No. 73 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Kelurahan. Di dalam PP No. 72 Tahun 2005
yang antara lain didasarkan atas penerapan UU otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal, dinyatakan bahwa: ... desa atau disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut dengan desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas dasar
ini pulalah maka di masing-masing daerah kemudian dapat menyesuaikan dengan
keadaan-keadaan setempat, misalnya di Provinsi Sumatra Barat, mengaturnya
sendiri dengan menerapkan istilah kenagarian (nagari) yang terdapat di daerah
kabupatennya.
[1] Sumber Sapari. Tata
Pemerintahan dan administrasi Pemerintahan Desa ( Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1977 ) hal. 41
[2] Anthony
Giddens, The Constitution of Society:
Outline of the Theory of Structuration. Cambridge: Polity Press 1984.
[3] Hakim, Abdul
& Endah Setyowati, Perubahan
Kelembagaan Pemerintahan Desa dan Tantangannya terhadap
Pengembangan
Sumber Daya Aparatur Desa. diunduh dari hal 3
No comments:
Post a Comment