Demokrasi sebagai sebuah sistem
yang banyak diterapkan oleh berbagai negara di belahan dunia, berangkat dari
asumsi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari
bagaimana negara mengelola berbagai aspirasi rakyat, apakah aspiratif atau
tidak Dalam hal ini, sistem kepartaian juga dapat mempengaruhi kualitas dari
demokrasi itu sendiri.
Salah satu syarat dari
terwujudnya demokrasi adalah adanya partai politik, yang berfungsi maksimal dan efektif sebagai
wadah aspirasi politik masyarakat. Selain itu partai politik juga berfungsi
sebagai media untuk melakukan bargaining kebijakan-kebijakan negara
(pemerintah). Hal ini dimaksudkan demi perwujudan demokrasi dan tersalurkannya
aspirasi publik, serta jauh lebih penting adalah menguak kinerja dan
efektifitas fungsi dari suatu partai politik. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa partai politik saat ini telah menjadi suatu kebutuhan politik masyarakat.[1]
Partai politik adalah salah
satu dari instrumen demokrasi, dimana sebuah partai politik dalam hal ini dapat
meningkatkan kualitas dari demokrasi, yaitu melalui pemilihan umum. Dengan
adanya pemilihan umum, maka masyarakat dalam mewujudkan aspirasinya dapat
disalurkan melalui partai politik, kemudian partai politik nantinya yang akan bertarung dalam pemilihan
umum.
Di Indonesia sejarah partai
politik dalam pemilihan umum telah ada sejak pemilihan umum tahun 1955. Sistem
kepartaian yang ada sejak saat itu adalah sistem multi partai, yaitu banyak
partai politik yang mengikuti pemilihan umum. Tetapi lain halnya ketika Era
Orde Baru berkuasa, sistem multi partai berbeda, yaitu hanya tiga partai
politik yang diakui, antara lain Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi
Indonesia (PDI), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sehingga tidak ada
pilihan bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dalam pemilihan
umum, kecuali kepada tiga partai politik yang diakui saat itu.[2]
Sejarah partai politik di
Indonesia juga merupakan bukti dari aktualisasi masyarakat yang dilembagakan,
yaitu banyak entitas dalam masyarakat yang menyatukan diri dengan membentuk
partai politik. Sehingga entitas tersebut juga menjadi salah satu kekuatan atau
basis massa dari partai politik, misalnya saja sebelum pemilihan umum tahun
1955 basis partai politik terbagi kedalam 3 aliran, yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis.[3]
Adanya perbedaan kubu setiap
partai politik ketika itu tidak terlepas dari pertarungan ideologi yang
tertanam dalam kesadaran masyarakat. Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme adalah tiga aliran
ideologi partai politik sebelum Orde Baru yang dianut oleh berbagai partai
politik. Sehingga dengan demikian, untuk keperluan Indonesia kita masih melihat
perlunya semacam strategi politik untuk mengajak partisipasi masyarakat yang
lebih luas.
Di Indonesia sendiri pemilihan
umum sebelum reformasi, basis massa partai politik berbeda dalam setiap
pemilihan umum. Seperti dalam pemilihan umum 1955 basis massa partai politik
terbagi dalam tiga aliran idiologi partai politik, sementara pada pemilihan
umum Era Orde Baru ternyata terjadi perbedaan basis massa dari sebelumnya.
Sejak pemilihan umum 1971 partai politik terbagi kedalam tiga basis massa
partai politik, yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia
(PDI), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Terjadinya hal ini, disebabkan
oleh pergantian pemerintahan dari Era Orde Lama Soekarno menuju Era Orde Baru
Soeharto yang melarang partai komunis di Indonesia. Adanya pembatasan terhadap
partai politik yang ada, karena partai politik yang diakui dalam Era Orde Baru
adalah Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan
Partai Persatuan Pembangunan (PPP).[4]
Ketika konstalasi politik di
Indonesia berubah pasca reformasi tahun 1998, yaitu ketika berakhirnya Orde
Baru, maka sangat membawa banyak perubahan bagi proses politik di Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini akhirnya membuka ruang bagi masyarakat untuk membentuk
partai politik. Hal ini dapat dilihat ketika pemilihan umum 1999 dan 2004.
Dalam pemilihan umum 1999 ada 48 (empat puluh delapan) partai politik yang
menjadi kontestan pemilihan umum, dan pada pemilihan umum 2004 ada 24 (dua
puluh empat) partai politik yang mengikuti pemilihan umum.[5]
Gambaran umum yang dapat
ditarik dari fenomena ini, khususnya bagi partai politik adalah terjadinya
perubahan basis massa dalam kehidupan partai politik di Indonesia. Ini
dikarenakan basis massa pada rezim sebelumnya telah berubah, yaitu banyaknya
partai politik yang mengikuti pemilihan umum sehingga demikian masyarakat
mempunyai banyak pilihan terhadap partai politik.
Kebebasan masyarakat dalam memilih mewarnai
pemilihan umum 1999 dan 2004. Pada era demokratisasi seperti ini, telah membuat
banyak partai politik di Indonesia berupaya untuk memikirkan kembali bagaimana
sesungguhnya membuat suatu strategi politik, yang tidak terkonsentrasi lagi
pada satu atau dua partai politik. Spirit dan persaingan antar partai politik
dalam hal ini boleh jadi sudah merupakan bagian integral di dalam proses
politik.
Spirit dan persaingan antar
partai politik memang wajar terjadi, mengingat keberhasilan dalam pemilihan
umum akan membawa partai yang bersangkutan menduduki posisi pemenang. Ini
berarti bahwa partai yang menang akan bisa berbuat banyak dalam mengendalikan
negara dan pemerintahan, memperkuat serta memperjuangkan ideologi partainya
dalam mempertahankan posisi elit dalam kekuasaan pemerintahan, atau untuk
merealisir tujuan lebih lanjut yaitu mengawasi kebijakan umum (public policy).
Kehadiran 24 (dua puluh empat)
partai politik pada pemilihan umum 2004 telah menimbulkan banyak pilihan bagi
masyarakat, misalnya bagi masyarakat muslim saat ini, pilihan mereka tidak lagi
hanya tertuju kepada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ataupun Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), tetapi saat ini telah banyak partai politik yang
bercorak islam, seperti
kehadiran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah menjadi saluran aspirasi
masyarakat muslim saat ini. Begitu juga untuk masyarakat kristiani, pada pemilu
masa Orde Baru mereka hanya cenderung memilih partai yang ada saat itu, yakni
Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), melainkan
pada pemilihan umum 2004 telah hadir partai politik bercorak religius
kekristenan, yaitu Partai Damai Sejahtera (PDS).[6]
Dengan demikian, pertarungan
antara partai-partai politik merupakan hal yang sudah wajar terjadi pada
Pemilihan Umum Legislatif 2004. Hal ini adalah Konsekuensi dari terbukanya kran
demokratisasi bagi masyarakat pasca reformasi. Pilihan strategi bagi partai
politik juga tidak hanya terfokus pada pelaksanaan pemilihan umum, melainkan
juga harus memikirkan bagaimana langkah-langkah serta strategi dalam merekrut
pendukung sebanyak-banyaknya.[7]
Dalam basis massa pemilih
religius muslim banyak partai politik islam yang berebut untuk menarik simpati
masyarakat muslim saat ini, dan nantinya akan menjadi basis massa partai. Salah
satunya adalah fenomena Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) sebagai partai baru, namun telah mampu menarik simpati begitu
banyak masyarakat pemilih, ini terbukti dari perolehan suara yang diraih pada
Pemilihan Umum Legislatif 2004, khususnya untuk Provinsi Sumatera Utara, yakni
sebesar 376.834 suara.[8] Perolehan suara ini mampu mengalahkan suara
dari partai-partai besar lainnya, seperti Partai Amanat Nasional (PAN)
memperoleh 313.555 suara, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memperoleh
377.476 suara, Partai Bulan Bintang (PBB) hanya memperoleh 138.306 suara, serta
partai-partai lain yang masih jauh tertinggal dalam perolehan suara legislatif
tahun 2004 Sumatera Utara. Ini merupakan suatu fenomena dari Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) sendiri, karena memang notabenenya masih merupakan partai
pendatang baru namun telah berhasil memperoleh suara yang cukup signifikan.
Dari perolehan suara tersebut,
maka Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mampu mendapatkan 8 (delapan) kursi untuk
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara. Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) sama halnya dengan Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah
merupakan partai baru dalam ajang Pemilihan Umum Legislatif 2004 yang berasaskan
pada religius (agama). Kedua partai ini juga telah berhasil menarik simpati
masyarakat Sumatera Utara.[9] Banyak potensi basis massa
dalam masyarakat pada Pemilihan Umum Legislatif 2004 yang juga dapat dijadikan
basis massa oleh setiap partai politik. Apakah itu berdasarkan pilihan agama,
kelas, ideologi dan lain sebagainya. Tetapi untuk hal tersebut tidaklah mudah
bagi setiap partai politik, karena mengingat banyaknya partai politik yang
bersaing pada Pemilihan Umum Legislatif 2004.
Banyak strategi baru yang
harus diterapkan untuk memenangkan pemilu 2004. Massa mengambang yang terdapat
pada pemilihan umum Orde Baru sudah dapat menentukan pilihan politiknya secara
bebas. Banyaknya partai politik baru pada Pemilihan Umum Legislatif 2004 telah
menimbulkan dinamika persaingan antar partai politik. Salah satu strategi yang dipakai adalah dengan
menggunakan karakteristik religi atau agama. Penggunaan simbol-simbol agama
adalah salah satu cara yang efektif bagi partai politik untuk menarik
simpatisan dan pendukung partai, yang nantinya akan dapat merebut kursi
berdasarkan hasil perolehan suara yang didapat masing-masing partai politik.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya partai politik berlandaskan agama, dan
masing-masing partai politik tersebut mendapatkan kursi di Dewan Legislatif.[10]
Partai Damai Sejahtera (PDS)
adalah salah satu partai politik yang lahir dari komunitas gereja, dan
membawakan simbol-simbol agama kristiani pada Pemilihan Umum Legislatif 2004.
Basis massa dan pendukung Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah mayoritas
masyarakat yang beragama kristiani. Awal berdirinya Partai Damai Sejahtera
(PDS) adalah berawal dari inisiatif tokoh masyarakat kristiani yang ingin
membawakan aspirasi kaum kristiani, seperti kebebasan dalam mendirikan rumah
ibadah dan lain sebagainya.[11]
Pendirian Partai Damai
Sejahtera (PDS) didasarkan pada makin meluasnya keprihatinan masyarakat
kristiani dalam kehidupan perpolitikan nasional. Dimana wakil-wakil rakyat di parlemen belum mampu
sepenuhnya diandalkan menjadi saluran aspirasi masyarakat, atau saluran
pemecahan masalah terkait dengan hal-hal atau hak-hak mendasar dalam kehidupan
nasional seperti Hak Azasi Manusia (HAM), hak politik, hak ekonomi, hak hukum,
hak beribadah, hak memperoleh pendidikan, hak memperoleh kesejahteraan dan
hak-hak dasar lainnya.[12]
Setelah Partai Damai Sejahtera
(PDS) sukses berdiri dengan mengemban visi dan misi serta beban berat yang
diembannya, sebagai partai baru terasa perlu untuk membangun dan menyempurnakan
perangkat internal partai. Hal ini sangat dibutuhkan agar mampu mengatasi
masalah-masalah internal yang timbul, sekaligus mampu bertumbuh serta
berkembang kearah partai yang sungguh-sungguh mandiri dan mampu memperjuangkan
aspirasi rakyat.
Dengan mengusung Moto Damai Negeriku Sejahtera Bangsaku,
Partai Damai Sejahtera (PDS) akan berjuang dengan segala kemampuannya untuk
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Menurut partai ini, persatuan dan
kesatuan bangsa adalah modal utama dalam pembangunan nasional, menjadi bangsa
yang besar yang dihormati kedaulatannya, serta disegani keberadaannya dalam
konstelasi pergaulan dunia di Era Globalisasi.
Sebagai partai yang baru
lahir, Partai Damai Sejahtera (PDS) harus melewati proses panjang dan
melelahkan untuk dapat pengesahan sebagai partai yang berbadan hukum.
Pengesahan ini bagian dari persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-undang
Partai Politik Nomor 31 Tahun 2002.[13] Untuk mendapatkan pengesahan hukum, partai
harus memiliki pengurus serta cabang di minimal 50 (lima puluh) persen Provinsi
dan 50 (lima puluh) persen Kabupaten/Kota pada Provinsi tersebut, serta 25 (dua
puluh lima) persen Kecamatan dari Kabupaten yang dimaksud. Pada
tanggal 17 Juni 2003 pukul 15.00 WIB Partai Damai Sejahtera (PDS) memasukkan
data ke Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Depkeham) dengan 18
(delapan belas) Provinsi (syarat minimal adalah 15 Provinsi, daftar Provinsi).[14]
Berdasarkan Undang-undang
Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2003, Partai Damai Sejahtera (PDS) kembali
mengikuti verifikasi dengan memasukkan berkas ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Syarat yang harus dipenuhi adalah memiliki kepengurusan dan
cabang (disertai dokumen kelengkapannya seperti surat keterangan domisili
dan surat pernyataan sebagai bukti kantor sekretariat) pada minimal dua per
tiga Provinsi dan dua per tiga Kabupaten/Kota di Provinsi bersangkutan.
Ketentuan berikutnya adalah
partai harus memiliki anggota minimal 1000 (seribu) orang pada Kabupaten/Kota
yang berpenduduk 1 (satu) juta lebih serta satu per seribu dari jumlah penduduk
yang kurang dari 1 (satu) juta jiwa, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota
(KTA). Partai Damai Sejahtera (PDS) memasukkan berkas ini pada urutuan ke 17
(tujuh belas), sedangkan pada pemilu tahun 2004 Partai Damai Sejahtera (PDS)
berada pada nomor urut 19 (sembilan belas).
Lolos menjadi partai peserta
Pemilihan Umum Legislatif 2004 belum cukup memuaskan bagi Partai Damai
Sejahtera (PDS), karena masih ada beberapa tahap lagi yang harus dilalui partai
agar mampu memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu
strategi partai dalam hal ini adalah dengan membentuk basis massa pemilih.
Walaupun Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah partai yang mempunyai latar
belakang pemilih mayoritas beragama kristiani, namun ternyata ada terdapat Dewan Pengurus Wilayah (DPW) masih
mempunyai pengurus yang diluar kristiani. Untuk Dewan Pengurus Wilayah (DPW)
Sumatera Selatan 30 (tiga puluh) persen pengurusnya adalah tidak beragama
kristiani.
Sehingga demikian, fenomena
partai baru seperti Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah sebuah semangat dalam
era demokratisasi di Indonesia, untuk memasuki ruang publik yang berhak
menentukan nasibnya sendiri. Bagi Partai Damai Sejahtera (PDS), transisi
demokratisasi adalah sebuah momentum untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Pada
Pemilihan Umum Legislatif 2004, banyak kader Partai Damai Sejahtera (PDS) yang
memperoleh kursi di legislatif. Hal ini tidak terlepas dari semangat visi dan
misi yang dibawakan pada pemilihan umum, dan ternyata hal tersebut sangat
efektif untuk merebut simpati masyarakat pemilih.
Keberpihakan masyarakat
terhadap visi misi dan program yang dibawakan Partai Damai Sejahtera (PDS) ini
adalah sesuatu yang menarik untuk dikaji, karena fenomena ini adalah sesuatu
yang lazim dan wajar terjadi dalam ranah pertarungan antar partai-partai
politik peserta pemilihan umum. Partisipasi yang diberikan masyarakat terhadap
Partai Damai Sejahtera (PDS) juga tidak terlepas dari strategi-strategi yang
dilakukan sebagai partai politik yang berbasiskan kaum kristiani. Dalam hal
ini, strategi yang diterapkan partai adalah strategi dalam pemilihan umum.
Pada Pemilihan Umum Legislatif
2004, para pemilih Partai Damai Sejahtera (PDS) ini adalah bukan sebagai massa
mangambang, melainkan mereka yang cenderung sudah mengenal akan apa program yang
dibawakan dan juga platform partai.
Dalam arti, bahwa ada karakteristik sendiri di dalam Partai Damai Sejahtera
(PDS). Dengan adanya kecenderungan dalam masyarakat untuk lebih mengenal partai
ini serta dianggap sesuai dengan harapan masyarakat, maka ini telah menjadi
nilai plus tersendiri bagi keberadaan serta perkembangan partai di Sumatera
Utara. Partai Damai Sejahtera (PDS) dalam hal ini akan menjadikan masyarakat
tersebut menjadi basis massa pemilih mereka.[15] Persoalan strategi
politik oleh Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah menjadi kajian yang menarik
untuk diteliti, karena Partai Damai Sejahtera (PDS) sebagai partai politik baru
yang lahir dari komunitas gereja dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
persolan bangsa dan negara.
Satu hal yang patut dikaji
dari Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah mereka telah mampu meraup suara
dibeberapa daerah yang penduduknya majemuk
dan terdapat beragam suku, agama dan budaya dalam daerah tersebut.
Khususnya Provinsi Sumatera Utara, didalam struktur masyarakatnya mempuyai
keberagaman suku, agama dan budaya, namun berdasarkan hasil perolehan suara
pada Pemilihan Umum Legislatif 2004 lalu, maka suatu kemenangan kecil untuk
kelas partai politik baru dapat diraih oleh Partai Damai Sejahtera (PDS)
wilayah Sumatera Utara. Hasil suara yang berhasil mereka dapat telah mampu
memporeh beberapa kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera
Utara.
Ini merupakan suatu hasil yang cukup
mengejutkan bagai Partai Damai Sejahtera (PDS), karena untuk Provinsi Sumatera
Utara sendiri banyak partai politik lain yang menjadi saingan berat pada
Pemilihan Umum Legislatif 2004, antara lain Partai Golkar, PDI-P, PKB, PPP,
PAN, Partai Demokrat, dan beberapa partai lain yang sudah dikenal cukup lama
oleh masyarakat.dan merupakan partai besar, masyarakat kristiani saat ini telah
memiliki partai yang sesuai dengan aspirasi mereka.
Tabel 1
Jumlah Suara dan Kursi Partai Politik Peserta Pemilu
Legislatif Sumatera Utara
NO
|
NAMA
PARTAI POLITIK
|
JUMLAH
KURSI
|
JUMLAH
SUARA
|
KURSI
(%)
|
SUARA
(%)
|
1
|
PARTAI GOLONGAN KARYA
|
19
|
1.089.810
|
22,35
|
20,76
|
2
|
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN
|
13
|
779.455
|
15,29
|
14,85
|
3
|
PARTAI DEMOKRAT
|
10
|
379.860
|
11,76
|
7,23
|
4
|
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
|
8
|
376.834
|
9,41
|
7,18
|
5
|
PARTAI AMANAT NASIONAL
|
8
|
313.555
|
9,41
|
5,97
|
6
|
PARTAI PERSATUAN
PEMBANGUNAN
|
8
|
377.476
|
9,41
|
7,19
|
7
|
PARTAI DAMAI SEJAHTERA
|
6
|
315.795
|
7,06
|
6,02
|
8
|
PARTAI BINTANG REFORMASI
|
5
|
221.492
|
5,88
|
4,22
|
9
|
PARTAI BULAN BINTANG
|
3
|
138.306
|
3,53
|
2,64
|
10
|
PARTAI PERHIMPUNAN INDONESIA
BARU
|
1
|
146.846
|
1,18
|
2,80
|
11
|
PARTAI NASIONAL BANTENG
KEMERDEKAAN
|
1
|
116.232
|
1,18
|
2,21
|
12
|
PARTAI PATRIOT PANCASILA
|
1
|
122.455
|
1,18
|
2,33
|
13
|
PARTAI PELOPOR
|
1
|
94.732
|
1,18
|
1,80
|
14
|
PARTAI BURUH SOSIAL
DEMOKRAT
|
1
|
101.235
|
1,18
|
1,93
|
|
JUMLAH
|
85
|
4.574.083
|
98,82
|
87,13
|
Berdasarkan tabel di atas,
dapat dikatakan bahwa Partai Damai Sejahtera (PDS) sebagai partai pendatang
baru dan bukan berasal dari partai manapun sebelumnya, dalam kancah
perpolitikan Indonesia telah mampu mengambil hati masyarakat Provinsi Sumatera
Utara. Hal ini dapat dilihat dari perolehan suara yang mereka peroleh.
Keberhasilan Partai Damai
Sejahtera (PDS) dalam menjalankan visi misi partai, dan juga dalam mengatur
strategi politik untuk menarik simpatisan partai telah menunjukkan suatu hasil
yang baik. Dengan strategi yang dijalankan dan karakteristik yang melekat pada
tubuh partai, maka Partai Damai Sejahtera (PDS) telah mampu bersaing dengan
partai-partai lama yang merupakan partai besar. Untuk selanjutnya Partai Damai
Sejahtera (PDS) akan terus maju untuk mencapai cita-cita partai. Pada Pemilihan
Umum Legislatif 2004 Sumatera Utara, Partai Damai Sejahtera (PDS) mendapatkan
suara sebesar 315.795 suara. Pada urutan pertama berhasil dimenangkan oleh
Partai Golongan Karya (Golkar) dengan suara sebanyak 1.089.610 suara, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebesar 779.455 suara.
Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri Partai Damai Sejahtera
(PDS) telah berhasil memperoleh sebanyak 6 (enam) kursi untuk Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi. Mereka terpilih dari beberapa daerah pemilihan
(Dapem), yaitu dari sejumlah Kabupaten dan Kota yang terdapat di Sumatera
Utara. Perolehan beberapa kursi legislatif oleh Partai Damai Sejahtera (PDS) merupakan sebuah hasil yang baik dalam
perkembangannya di Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 2
Nama Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi yang berasal dari Partai Damai
Sejahtera (PDS) pada Pemilu Legislatif 2004 Sumatera Utara.
NO
|
NAMA ANGGOTA DEWAN
|
ASAL
|
1
|
DR. (HC) DRS. TOGA SIANTURI, MA
|
SUMUT 1
|
2
|
PDT. PETRUS SIHOMBING, S.TH
|
SUMUT 2
|
3
|
DRS. AMAANO FAU, MSi
|
SUMUT 7
|
4
|
DRS. BURHANUDDIN RAJAGUKGUK
|
SUMUT 8
|
5
|
IR. SAHAT HAODJAHAN SITUMORANG
|
SUMUT 9
|
6
|
IR. TONNIES SIANTURI
|
SUMUT 10
|
Sumber: KPU Provinsi Sumatera Utara
Di sisi lain, Provinsi Sumatera Utara telah
menimbulkan persaingan yang ketat antara beberapa partai politik, terutama bagi
partai politik pendatang baru. Dalam arti, bahwa konsentrasi massa partai
politik yang pada pemilu-pemilu sebelumnya masih tersebar ke banyak partai
politik, dalam hal ini merupakan partai-partai besar yang sudah cukup dikenal
oleh masyarakat, serta menjadi saluran aspirasi mereka selama ini, kini suara
mereka telah terbagi ke dalam tubuh partai-partai baru pada Pemilihan Umum
Legislatif 2004. Hal ini terbukti dengan keberhasilan partai yang memperoleh
kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan salah satunya
adalah Partai Damai Sejahtera (PDS).[16] Pada Pemilihan Umum Legislatif
2004, Partai Damai Sejahtera (PDS) juga berhasil memperoleh 3 (tiga) kursi
untuk DPR-RI, seperti pada tabel berikut:
Tabel 3
Nama Anggota DPR-RI dari Partai
Damai Sejahtera (PDS) pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2004 Sumatera Utara.
NO
|
NAMA
ANGGOTA DEWAN
|
ASAL
|
1
|
DRS. HASURUNGAN SIMAMORA
|
DPR-RI SUMUT 1
|
2
|
DRS. ARISMAN ZAGOTO
|
DPR-RI SUMUT 2
|
3
|
DRS. JANSEN HUTASOIT, SE, MM
|
DPR-RI SUMUT 3
|
Sumber: KPU Provinsi Sumatera Utara
Sejak kehadiran Partai Damai Sejahtera
(PDS) dalam Pemilihan Umum Legislatif 2004, khususnya di Sumatera Utara telah
menimbulkan semangat dan rasa kepercayaan bagi masyarakat untuk memilih Partai
Damai Sejahtera (PDS). Sebagai contoh, salah satu ciri yang terdapat pada
partai ini adalah adanya larangan merokok bagi setiap anggota, pengurus dan
calon legislatif partai. Walaupun hal ini kecil dibandingkan dengan ”Grand
Strategi” partai politik besar lainnya, namun Partai Damai Sejahtera (PDS)
telah mampu bersaing dengan partai politik lain peserta pemilu. Banyak komunitas gereja di berbagai
Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara yang dijadikan sasaran menjadi basis massa
pemilih mereka.[17]
Dalam sistem Pemilihan Umum Legislatif 2004, telah menyebabkan model persaingan
semakin kompleks dan rumit. Dalam hal ini institusi partai juga harus
memikirkan bagaimana strategi untuk dapat memperoleh kursi di legislatif.
Apakah Partai Damai Sejahtera (PDS) memikat pemilihnya hanya dengan azas
religius kristiani, atau dengan hal-hal yang
lainnya, mengingat banyaknya partai politik dalam pemilihan umum 2004.[18] Dengan sistem pemilihan umum yang
baru ini, secara teknis pemilih akan mencoblos tanda partai dan nama calon
legislatif. Keadaan ini menyebabkan model persaingan yang semakin kompleks, dan
strategi partai politik untuk memenangkan suara dengan sendirinya akan lebih
rumit. Institusi partai haruslah memiliki suatu strategi agar para pemilih
mencoblos tanda gambar partai. Partai memerlukan strategi untuk meraih kursi
sebanyak-banyaknya.[19]
Dari pemaparan diatas telah
tampak bahwa persaingan antar partai politik telah terjadi dalam Pemilihan Umum
Legislatif 2004 di Sumatera Utara. Untuk itulah melalui penelitian ini, penulis
ingin mengetahui serta mengeksplorasi tentang metode atau strategi apa yang
digunakan oleh Partai Damai Sejahtera (PDS) dalam Pemilihan Umum Legislatif
tahun 2004 Sumatera Utara.
[1] Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004, hal.8
[2] Arifin
Rahman, Sistem Politik Indonesia dalam Perpektif Struktural Fungsional,
Surabaya:
Penerbit SIC, 1998, hal. 90
[3] Ibid.
[4] Topo
Santoso dan Didik Supriyanto, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, Jakarta:
PT Raja
Grafindo Persada, 2004, hal. 20
[5] Ibid,
hal. 25
[6] Lance
Castles, Pemilu 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 12
[7] Ibid,
hal. 14
[8] Diakses
melalui http://www.cetro.or.id, tanggal 2
April 2007, pukul 12.30 WIB
[9] Lance
Castles, Op. Cit., hal. 16
[10]
Koirudin, Op. Cit., hal.15
[11] Diakses
melalui http://www.partaidamaisejahtera.com,
tanggal 10 April 2007, pukul 13.00 WIB
[12] Ibid.
[13] Dikutip
dari Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik
[14] Diakses
melalui http://www.partai.info.com,
tanggal 12 April 2007, pukul 15.00 WIB
[15] Bambang
Setiawan dan Bestian Nainggolan, Partai-Partai Politik di Indonesia, Ideologi
dan Program 2004-2009, Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2004, hal. 360
[16] Bambang
Setiawan dan Bestian Nainggolan, Op.Cit.,
hal. 365
[17] Diakses melalui http://www.sumaterautara.go.id,
tanggal 4 Mei 2007, pukul 20.00 WIB
[18] Miriam
Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998, hal. 67
[19] Ibid,
hal. 69
No comments:
Post a Comment